Rabu, 12 Maret 2008

Pol PP Datang PKL Nangis





POLPP Datang PKL Nangis
Deretan Kios Kopi Joss Diwarning – Wartawan dipaksa hapus hasil Jepretan

JOGJAKARTA – Dimata para pedagang kaki lima seragam Pol PP masih menjadi momok yang menakutkan. Hal itu terlihat saat petugas gabungan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Jogja dan petugas Kecamatan Gedongtengen Jogja mendatangi jalan Wongsodirjan Jogja , sebelah utara stasiun tugu Jogja atau deretan kopi joss Lek Man, Rabu (12/3) siang kemarin.

‘Kami tidak tahu harus bagaimana karena kami tidak mendapatkan pemberitahuan sebelumnya,” kata Rini seorang pedagang sambil menangis ketika ditemui METEOR dikiosnya kemarin. Perasaan resah ini juga dirasakan sejumlah pedagang lain yang saat itu berusaha menenangkan Rini.

Namun meski kedatangan petugas gabungan berjumlah enam personil ini sempat membuat panik pkl namun akhirnya mereda setelah negosiasi berlangsung beberaap saat dengan beberapa perwakilan pkl. “Kedatangan petugas ini tidak akan menggusur, namun hanya member peringatan. Berjualan disepanjang jalan ini (wongsodirjan-red) disisi selatan itu dibolehkan dengan catatan tempatnya tidak permanen seperti ini,” kata Y Sukamto seorang petugas dari kecamatan Gedongtengen Jogja.

Sumarjuki petugas kecamatan lainnya menambahkan bahwa pada prinsipnya pedagang diperbolehkan berjualan asal mengikuti aturan yang ada. Meski awalnya minta agar kegiatan tersebut tidak diekspos, Sumarjuki menjelaskan larangan berjualan bagi pkl Wongsodirjan yang dimaksud jika tenda didirikan permanen. “Kami mengijinkan asal aturan ditepati, selain ijin RT dan RW setempat tendanya harus bongkar pasang, usai berjualn tenda dibongkar. Bukan permanen seperti ini,” jelas petugas sambil menunjuk belasan warung emplek-emplek.

Ia menyebut larangan tersebut sebagaiamana diatur dalam peraturan wakikota yang berlaku. Tidak jauh dari petugas dan pkl bernegosiasi seberang jalan terpampang larangan berdagangan disepanjang trotoal daerah milik jalan yang disebut Perda Kota nomor 26 tahun 2002. Lebih jauh menurut petugas, untuk jalan Wongsodirjan tepatnya trotoar sebelah utara menurut petugas memang menjadi larangan berdagang sebagaiamana perda pemkot Jogja. Meski kali ini terlihat tenda dan kios yang tetap beroperasi. Jika didirikan warung emplek-emplek, tenda atau warung, lanjut petugas tidak dibenarkan memotong seluruh badan trotoar untuk pejalan kaki. “Harusnya warung atau tenda harus menyisakan sekitar setengah meter untuk pejalan kaki,” imbuh petugas Pol PP.

Seorang pedagang mengaku bernama Sutoyo ketika ditemui METEOR di wongsodirjan menyesalkan peringatan petugas. Menurutnya, sikap tersebut tidak memberi kenyamanan masyarakat dalam mengkais rejeki. “Kayaknya menurut saya larangan itu tidak pas. Karena sangat bertentnagan dengan kondisi yang dirasakan masyarakat kecil yang tengah dihimpit kesulitan dan mahalnya kebutuhan pokok saat ini, terangnya.

Wartawan Dipaksa Hapus File Foto
Ada yang patut disayangkan dari pertemuan petugas gabungan dan pkl wongsodirjan. Proses negosiasi petugas gabungan dengan sejumlah pkl yang berlangsung cukup alot. Meski akhirnya kondisi sengit mereda wartawan koran ini nyaris menjadi pelampiasan emosi orang tak dikenal yang diketahui seseorangtersebut turut terlibat negosiasi dengan petugas. “Saya minta sekarang juga file foto anda di hapus. Sekarang juga biar saya bisa menyaksikan bahwa anda benar telah menghapus file foto permintaan saya,” kata pemuda berkaos kuning dan semulamengendari Yamaha RX King.

Namun demikian meski dengan nada mengintimidasi, wartawean korna ini tetap menolah dengan mempertahankan kamera poket Kodak seri CX7300 dalam genggamannya. Seseorang pemuda tersebut terus membuntuti wartawan koran ini dan terus memaksa hasil jepretan dihapus, meski akhirnya wartawan METEOR tetap menolak paksaan tersebut setelah ketegangan ditengahi Marno seorang petugas kecamatan Gedingtengen.(gun)

Tidak ada komentar: