Sabtu, 29 Maret 2008

Besok, Tersangka Lurah Kepek Diperiksa

*Sejumlah LSM Siap Kawal Kasus Korupsi

GUNUNGKIDUL – Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satuan Reskrim Polres Gunungkidul terus menunjukkan keseriuasan membongkar kasus dugaan korupsi markup harga pengadaan tanah kas desa Kepek kecamatan Saptosari Gunungkidul yang disinyalir melibatkan sejumlah pejabat pemkab Gunungkidul. Rencananya, Senin (31/3) besok tersangka Mulyakno akan dihadirkan kembali untuk menghadap penyidik.

“Rencananya besok (senin-red) ini kita panggil untuk melengkapi berkas penyidikan. Surat panggilannya sudah kita sampaikan yang bersangkutan,” kata Kanit Tipikor Polres Aiptu S Widiantoro kepada METEOR, Sabtu (29/3) siang kemarin di Mapolres.

Dalam pemeriksaan lanjutan ini, tersangka Mulyakno akan dimintai keterangan lanjutan termamsuk diantaranya kebenaran seputar hasil markup harga tanah yang sempat mengalir ke sejumlah pejabat pemkba dan tokoh masyarakat desa Kepek sebagaimana dikatakan satu tersangka Ngajiman. “Beberapa hal akan kita lakukan pemeriksana tambahan. Untuk materi pemeriksaan menyangkut banyak hal,” jelas Widiantoro.

Pemerriksaan terhadap Mulyakno ini sudah dilakukan Unit Ti[ikor kelima kalinya sebagai upaya pemeriksaan lanjutan untuk melengkapi berkas penyidikan. Setiap ada perkembangan hal baru seputar kasus markup ini tersangka kembali dipanggil untuk menjalani pemeriksaan.

Untuk tersangka Ngajiman, petugas belum bisa memastikan kapan akan diperiksa. Ini tak lain karena petugas mendapatkan surat keterangan ahli kejiwaan atas kondisi kesehatan Ngajiman. Dalam surat tim ahli kejiwaan Grasia beralamat di Pakem Jogjakarta disebutkan secara psikologis mengalami deresi berat sehingga tidak memungkinkan tersangka yang juga menjavat sevagai kaur pemerintahan atau pak aman ini dipaksakan untuk diperiksa.

Namun demikian, sumber lain Meteor di Mapolres memastikan keterangan tim kejiwaan tersangka menyebut depresi yang dialami Ngajiman masih ada peluang untuk sembuh dan memerlukan jangka waktu tertentu. “Dalam keterangan yang diperoleh dari ahli kejiwaan Grasia, depresi atau tingkat stres tersangka Ngijiman bukan permanen sehingga masih ada peluang untuk pulih,” katanya.

Sebelumnya, Bupati Gunungkidul Suharto SH dalam kesempatan terpisah menyatakan dirinya mendukung upaya dan langkah aparat melakukan komitmen pemeriksaan terhadap tersangka. Bahkan pihaknya memandang penting langkah polisi untuk mengungkap kasus dugaan korupsi sebagai upaya terwujud pemerintahan yang bersih.

Apresiasi untuk pihak Polres Gunungkidul juga datang dari kalangan LSM. Sejak beberaap edisi METEOR berani mengangkat bancakan hasil markup ini sejumlah kalangan LSM terus menyatakan dukungan santer untuk komitmen kapolres.

Lembaga Kajian dan Studu Sosial (LKdS) melalui Bekti Wibowo Suotinarso secara tegas mendukung langkah polisi untuk mengungkap kasus tersebut tanpa hajrus tebang pilih siapa yang pejabat yang terlibat dibelakang perkara ini. Senada dengan hal itu Kusno Utomo dari Jogja Polce Watch. Menurut Kusno, upaya Polres Gunungkidul mengungkap kasus korupsi tersebtu merupakan langkah spektakuler dan selangkah lebih maju dari Kejaksaan Wonosari. Menurut Kusno meski selama setahun terakhir dipimpin mantan pejabat KPK, namun Kejaksaan Wonosari justru mengalami kevakuman ungkap korupsi. “Inilah ironisnya, Padahal Kejagung memberikan target tiga perkara harus diungkap untuk tingkat kabupaten dan kota. Namun kenyataan yang terjadi sebaliknya,” kata Kusno.

Sekedar diketahui, kasus markup yang indikasinya kuat menjadi kasus korupsi ini bermula rencana pemkab Gunungkidul melakukan penggantian tanah kas desa Kepek yang telah dibangun kantor kecamatan. Selanjutnya pemkab menganggarkan dana senilai Rp 340 juta untuk membeli tanah dari tujuh warga Kepek. Gelegat korupsi ini terlihat saat penandatangan berita acara pembayaran pembelian tanah pada 23 Agustus 2007. Kelima warga curiga karena menerima uang yang jumlahnya tidaksesuai dengan apa yang ditandatangai dalam berita acara yang jumlahnya lebih besar. Karena merasa dirugikan, kelima warga ini memilih melaporkan kejadian tersebut ke Polres Gunungkidul pada 11 Nopember 2007.

Dalam keterangan yang diberikan petugas, lima dari tujuh, yakni Siswo Sentono menerima Rp 33,5 juta dan menandatangi Rp.57,5 juta. Sutardi menerima Rp 30 juta namun menandatangi Rp. 57,7 juta, Kismorejo nominal yang diterima Rp 27,5 juta dan menandatangi Rp 30juta. Hal yang sama juga alami dua warga lain, Mardi Jemiko menandatangi Rp 30 juta dan hanya menerima Rp 29 juta. Sementara Wonokaryo yang diwakili Mardi Utomo dipaksa menandatangani berita acara pembayaran tanah Rp 38juta dan hanya menerima Rp 12juta. Dua warga Sumarjo dan Sardjono menerima pembelian harga sesuai dengan berita.

Setelah kasu ini dibidik polisi sampai ditetapkan dua tersnagka Ngajiman dan Mulyakno diperloeh keterangan hasil markup mengalir ke sejumlah pejabat pembab Gunungkidul, kecamatan dan perangkat desa lainnya sebagaimana dibeberkan Ngajiman dalam penyidikan. (gun).

Tidak ada komentar: