Kamis, 17 April 2008

Undang-Undang Masih Abaikan Lingkungan

Pelaku Pertambangan Bebas membabat, Rakyat Tidak Terjamin
BANTUL – Permasalah lingkungan masih terabaikan dari Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah. Produk UU dapat dikatakan masih jauh dari upaya menyelamatkan dan pelestarian dan sekedar membuat aturan yangbertujuan memburu keuntungan jangka pendek.
Pernyataan itu dipaparkan Rizal Ramli dalam acara Seminar Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup Indonesia X Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) ke X di Pasar Seni Gabusan Bantul, Kamis (17/4).
“Ini terlihat dari pada pemberlakuan PP No 2 Tahun 2008 yang mengatur pemberlakukan pajak,” kata Rizal. Menurutnya, dalam poin undang-undang masih tegas terdapat pajak yang mengatur jenis dan tarif penerimaan negara bukan pajak berasal dari penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan diluar kegiatan hutan” ujarnya.
Dengan PP itu diberlakukan, Rizal menilai sebagailangkah mengistimewakan pelaku pertambangan di Indonesia. “Perusahaan pertambangan bisa leluasa mengubah kawasan hutan lindung dan hutan produksi menjadi kawasan tambah skala besar hanya dengan membayar Rp 1,8 sampai dengan Rp 3 juta perhektar atau setara dengan Rp 300 per meter persegi,” lanjut Rizal. Seharusnya, menurut Ramli, fungsi hutan lindung dan penyanga kehidupan kawasan untuk dilindungi dan nilai tambah dihargai dengan cara buruk. “Yang terjadi malah sebaliknya tidak menjadikan keselamatan dan produktivitas rakyat terjamin,” imbuhnya.
Kebijakan aturan itu bahkan berimplikasi pada ketidakadilan pemerintah terhadap rakyat dengan memberikan kemanjaan terhadap pelaku pertambangan. “Penduduk setempat menjadi korban dari daya rusak pertambangan diabaikan oleh pemimpin nasional,”kata Rizal. Pada kesempatan itu, pihkanya mengajak segenap rakyat untuk mencari pemimpin baru yang bervisi meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memiliki pemimpin yang punya visi kuat dan jelas dari kesalahan 40 tahun lalu,” jelas Ramli. (gun).

Tidak ada komentar: