Minggu, 06 April 2008

Mekanisme Ijin Pejabat Hambat Penuntasan Korupsi

JOGJAKARTA – Penuntasan tindak pidana korupsi kerab kali mengahdapi kendala teknis. Salah satunya mekanisme dan aturan perijinan yang harus dikantongi penyidik untuk melakukan panggilan pemeriksaan. Untuk itu perlu dibentuk suatu Undang-Undang mengatur kewenangan penyidik pemeriksa tersangka tanpa ijin Gubernur maupun Presiden.

Hal itu dikatakan Zaenal Arifin selaku pakar hukum UGM dalam kesempatan bertemu METEOR, kemarin. Menurutnya, mekanisme tersebut membuat penuntasan tindak korupsi selama ini menjadi mampet.

“Disitulah sulitnya bagi penyidik untuk memberantas tindak korupsi. Dimana aturan harus ijin atasan, Bupati, Gubernur bahkan Presiden untuk setiap level pemeriksaan yang akan ilakukan,” kata aktivis Anti Korupsi kepada METEOR.

Menyikapi kendala penyidikan itulah, Zaenal memandang perlu adanya produk Undang-Undang baru yang memberikan kewenangan penyidk melakukan pemeriksaan tanpa harus menunggu ijin keluar dari pejabat atasan. “Kalau menggantungkan ijin sama dong artinya penutasan tindak korupsi ini tergantung keluar tidaknya ijin untuk penyidik,” tandas Zaenal.

Menurutnya, aturan aturan harus ada ijin pemeriksaan tersebut berdasar UU Pemerintah Daerah yang selama ini berlaku untuk setiap pemerintah kabupaten/kota maupun propinsi. Undang-Undanbg tersebut, lanjut Zaenal, sangat tidak mungkin untuk dibekukan sehingga harus ada UU baru penanding UU pemerintaah daerah yang status aturan hukum setingkat (setera) sehingga penuntasan tindak korupsi bisa berjalan maksimal.

“Tidak sedikit mandengnya kasus penuntasan korupsi dari daerah selama ini disebabkan satu diantaranya karena terganjal perijinan yang tidak keluar karena alasan politis,” singkat Zaenal. (gun)

Tidak ada komentar: