Senin, 14 April 2008

Dewan Akui Kurang Tertarik Tangani Dugaan Korupsi

Kerugian Dinilai Kecil
GUNUNGKIDUL – Keseriusan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Gunungkidul menyikapi persoalan dugaan markup pengganti tanah kas desa Kepek Kecamatan Saptosari Gunungkidul senilai Rp 340 juta patut dipertanyakan. Dewan menilai dugaan kerugian Negara yang ditimbulkan dari penggelembungan harga tanah pengganti kas desa masih sangat kecil untuk ditindaklanjuti.

“Itu sih masalah yang masih cukup kecil untuk ditindaklanjuti mas. Ada yang lebih besar yang lebih perlu ditangani,” kata Ketua DPRD Slamet SPd kepada METEOR di Gedung DPRD, siang kemarin.

Dengan kerugian yang ditimbulkan dinilai masih taraf kecil, Slamet belum bisa memastikan apakah dewan bakal memanggil beberapa nama pejabat eksekutif yang disebut-sebut sempat menerima setoran hasil markup. Secara detail, Slamet mengaku belum mengetahui kemelut yang terjadi di desa kepek Saptosari. ‘Tahu saya hanya masalah tanah itu saja. Bagaimana pastinya saya belum mendalami,” jelas politisi Partai Golkar usai mengikuti Lemhamnas di Jakarta kemarin.

Demikian dengan anggota dewan komisi A hingga kemarin belum memiliki rencana untuk mengklarifikasi kabar tersebut dengan memabhggil beberapa nama pejabat pemkab. Marsubroto anggota komisi A mengaku belum berani bersikap tanpa adanya perintah desposisi dari pimpinan DPRD sebagaimana mekanisme yang mengatur. “Saya sebenarnya siap untuk bertindak tapi sampai saat ini disposisi dari pak ketua (Slamet-red) saya belum berani. Itu mekanisme yang mengikat untuk kerja komisi,” kata Marsubroto.

Kepada Koran ini, Broto menilai proses pengadaan tanah untuk kas itu harus dilakukan secara procedural dengan system lelang. Secara teknis Broto mengaku ada mekaisme khusus dalam pengadan tanah. “Aturannya jelas harus dilelangkan secara terbuka terlebih dulu. Tidak lantas hanya comotan dari tanah beberapa warga setempat,” kata Broto. Lebih jauh Broto menjelaskan mekanisme pengadaan itu harus melalui lelang terbuka.

Artinya, lanjut Broto, rencana pendaan tanah kas harus diumumkan secara terbuka agar masykarat mengetahui dan berkesempatan bagi mereka yang henadk menjual tanahnya. “Dari situ nanti masyarakat akan mendaftat penjualan tanah dengan mengumpulkan sertifikast tanahnya untuk diperiksa dengan BPN,” tambahnya. Sebaliknya, anggota komisi A lain Purwato berpendapat lain mekainisme hanya nego pun sudah cukup kuat asal dengan harga layak dan cocok dengan harag kesepakatan dalam berita acara.

Pernyataan lembek ketua DPRD dan saling tunggu di komisi A justru bertentangan dengan sikap wakil ketua DPRD Gunungkidul Ratno Pintoyo SSos yang sejak awal lebih tegas memandang penting memanggil sejumlah nama-nama pejabat eksekutif yang disebut-sebut tersangka turut teraliri uang hasil markup. “Praktek-praktek bermodus setor ini mengindikasikan praktek suap juga masih berlangsung dilintas birokrasi. Untuk itu perlu disikapi secara serius sebagai tugas dan tanggungjawab legislative dalam pengawasan bersih tidaknya pemerintahan Gunungkidul,” tegas Ratno.

Komitmen meminta pertanggungjawaban dan klarifikasi terhadap pejabat pemkab, menurut Ratno sebagai harga mati bagi peran dan tanggungjawab wakil rakyat. “Tapi semua itu kembali pada komitmen masing-mamsing wakil rakyat,” politisi dari PDIP ini.

Sekedar mengingatkan, dugaan penggelembungan harga ini bermula laporan tujuh warga Kepek kepada Unit Tipikor Polres Gunungkidul. Dua warga Sumarjo dan Sardjono menerima pembelian harga sesuai dengan berita acara pembayaran dan kelima lainnya yakni Siswo Sentono menandatangi Rp.57,5juta terima Rp 33,5 juta. Sutardi hanya menerima Rp 30 juta dari seharusnya Rp. 57,7 juta, Kismorejo diterima Rp 27,5 juta dari nominal yang ditandatangi Rp 30juta. Hal yang sama juga alami dua warga lain, Mardi Jemiko menandatangi Rp 30 juta dan hanya menerima Rp 29 juta. Wonokaryo yang diwakili Mardi Utomo menandatangani berita acara senilai Rp 38juta tapi hanya terima Rp 12juta.

Masih menurut Tersangka kepada penyidik unit Tipikor, dua tersangka yakni Ngajiman kaur pemdes kepek dan lurah Mulyakno sempat menyebut selisih pembayaran tanah itu sempat diposkan beberapa pejabat diantaranya Patrem Murdiyanto dan Marwatahadi Rp 23,7 juta untuk pengembalian pinjaman desa, Sardjono SSos (Rp7,5juta) dan pejabat lain Zakaria, mantan Camat Cahyadi, camat Mujiono, Suhadi staf kecamatan, Slamet BPD kepek dan Kismo dan 16 perangkat desa yang akhirnya ditarik Kaur umum desa kepek Hadi Sumarto. (gun)

Tidak ada komentar: