Kamis, 22 Mei 2008

Universitas Gunungkidul Merasa ‘Dicebolkan’

Oleh Endro Guntoro
HARIAN JOGJA

WONOSARI : Seringnya tidak dilibatkan dalam kebijakan pemerintah Kabupaten Gunungkidul, Universitas Gunungkidul (UGK) satu-satunya kampus di Kabupaten Gunungkidul merasa ‘dicebolkan’.
“Kami juga heran kenapa UGK ini tidak diapresiasi dan dilibatkan langsung dalam berbagai kebijakan pemkab Gunungkidul,” kata Drs A Pad Madyana MCRp selaku Kepala Penelitian dan Pengembangan UGK ditemui Harian Jogja, siang kemarin.
Menurut Madyana, dengan kondisi cuci tangan pemkab Gunungkidul ini membuat UGK pada posisi cebol dan tidak bisa bertambah besar. Padahal menurut Madyana, Pemkab Gunungkidul sebenarnya memiliki tanggungjawab dalam membesarkan kampus yang didirinya almarhum Prof. Kusnadi Hrajasumantri dan sejumlah mantan pejabat Gunungkidul seperti Dwi tunggal, Mantan Bupati Gunungkidul Drs .Yoetikno dan almarhum Drs Wasito Donosaroyo saat menjabat Ketua DPRD.
“Itu yang menjadi pertanyaan saya. Kok Pemkab tidak melibatkan kita sebagai akademi yang bercita-cita dalam upaya pengembangan Gunungkidul,” keluh mantan dosen STPMD APMd yang kini menjadi pioneer majunya UGK.
Dalam berbagai hal termasuk kebijakan pendidikan dan pembangunan Gunungkidul dalam arti luas, menurut Madyana, UGK telah mendekatkan diri dengan dinas instansi maupun pejabat. Namun hal itu tidak mengubah kondisi cebolnya UGK.
Sebagai contoh, Madyana menyebutkan beberapa program yang pernah ditawarkan diantaranya rencana rehabilitasi lahan krtitis Gunungkidul untuk kawasan kars di lokasi antara pantai Siung dan pantai Timang yang hingg akini tak kunjung mendapat respon. “Apalagi support anggaran, kita tidak pernah mendapat perhatian,” lanjutnya.
Padahal rencana rehabilitasi lahan kritis ini secara rinci akan menjadikan hutan lindung di alas Jurug dan alas Lenggoko yang selanjutnya akan diberi nama Pencananagan Hutan Alam Kusnadi. “Apa masalah yang menhambat UGk seperti akses, founding dan minimnya mahasiswa belum menyita perhatian pemkab,” tambahnya.
Secara prinsip, Madytana mengaku bahwa tidak ada ‘garis’ hubungan pemkab Gunungkidul dengan UGK, namun kebijakan yang ditelorkan eksekutif dirasa tidak menyentuh upaya mmebesarkan UGK di Gunungkidul. Demikain dengan beberapa peluang kemungkinan dilakukan kerjasama anatara pemkab dan UGK, lebih dulu UGK diklaim sebagai kampus yang belum mampu dan belum cukup mumpuni. “itu kenyataannya sehingga handarbeni UGK ini berakibat UGK harus mendiri.
Initerlihat dari persiapan pihak kampus yang melibatkan Badan Eksekitif Mahasiswa UGK untuk giat bersosialisasi kepada semua kalangan masyarakat untuk menjaring mahasiswa menjelang penerimaan mahasiswa baru bulan depan.
Enam Prodi Ditutup
Yang lebih ironis lagi, kondisi di Universitas Gunungkidul dipastikan enam program studi yang bias sebenarnya sebagai investasi SDM dalam upaya pembangunan Gunungkidulk justru resmi ditutup tahun ini.
Enam prodi yang sebenarnya turut menjadi kontribusi pemkab yang tahun ini hgarus tutup adalah Ilmu Kelautan, Teknik Geologi, Ilmu komunikasi, Ekonomi Pertanian, dan Perikanan. Ini lantaran dalam kurun waktu tertentu tidak mendapatkan mahasiswa.
Namun demikian, untuk tetap membawa UGK eksis, tutupnya enam program studi UGK tahun ini akan dibuka dua prodi baru diantaranya Ilmu Kesehatan terdiri dari jenjang D3 untuk Ilmu Kebidanan dan Strata-1 untuk Ilmu Keperawatan. Sedangkan untuk prodi Ilmu Keguruan di buka jurusan PGTK dan Paud (Pendidikan Anak Usia Dini), PGSD, PGIPA, dan PG Bahasa Daerah.
“Masyarakat tidak perlu kuatir UGK bakal dibekukan karena per semester kita aktif melaporkan Evaluasi Program Studi Berdasar Evaluasi Disi ke Kopertis V tidak seperti beberapa kampus di Jogja menunggu nasib akan dibekukan,” imbuh Madyana.

Tidak ada komentar: