Kamis, 22 Mei 2008

Menengok Desaigner Pengrajin Gunungkidul

Exis Ketika Sepi Permintaan

Oleh Endro Guntoro
HARIAN JOGJA

Wahai Pemerintah, Wakil Rakyat dan Saudara-saudara. Hidup boleh sederhan, tapi tidak untuk pikiran, ide, gagasan...Teruslah eksplorasi diri agar senantiasa menghasilkan karya sehingga hidup tidaklah sia-sia, berguna bagi diri, lingkungan dan warga..
Kalimat itu ditulis Ahmad Andre awal Agustus 1997 diatas lembar kertas HVS. Kata mutiara itu dirasa mampu menggelorakan semangat berkarya setelah sebelumnya usaha mengalami gulung tikar. Andre yang tengah berupaya keras melawan penyakit strock diusianya ke 60 tahun ini mengabadikan kata mutiaranya yang sangat lugas. Sampai sekarang masih tersimpan rapi ditumpukan stopmap disalah satu rak buku ruang kerja Acmad Andre.
Andre bukanlah seorang pujangga, Andre adalah seorang pengrajin yang memilih sewa rumah jalan Jogja-Wonosari, tepatnya di pedukuhan Ledoksasi Desa Kepek kecamatan Wonosari Gunungkidul untuk produksi kerajinan dan barang-barang seni.
Kendati penyakit strock mengganggu keliarannya beraktivitas, namun saat Harian JOGJA berkunjung dirumah produksinya, diseberang kampus Universitas Gunungkidul (UGK), pemikiran bapak tiga anak yang nglajo dari Jogja masih terlihat tajam dengan kebijakan pemerintah yang dianggap kurang berorientasi pada kepentingan wong cilik khususnya kalangan pengrajin.
“Saya merasakan pemerintah sampai hari ini belum berbuat apapun termasuk kebijakan yang bisa menghidupkan geliat pengrajin,” kata Andre tanpa menyebutkan pemerintah yang dimaksud. Menurut pengrajin kawakan 48 tahun bergelut benda kerajinan dan seni kebijakan pemerintah belum menyentuh pelaku kerajinan dan selama ini hanya program-programnya masih sebtas lips service. Apa yang terjadi dan sedang dibutuhkan masyarakat cilik, menurut Andre belum ditangkap pemerintah baik pusat maupun kabupaten
Dilihat kota Wonosari yang belum pernah terdapat rumah produksi untuk kerajianan dan seni justru menjadi keanehan Andre untuk yang tetap eksis ditempatyang tidak mendukung produksi kerajinan dan seni.
Sebagai designer sekaligus pengrajin benda-benda seni, saat sepi pesanan seperti saat ini justru menjadi peluang kesempatan untuk melakukan eksplorasi diri dengan membuat produk untuk kebutuhan sampel pemasaran. Mengingat, bukan lagi pasar dalam negeri seperti Bali, Bandung dan Jakarta produk Andre ini ternyata juga diincar buyer yang indikasinya akan ke negara lain seperti Paman SAM (amerika), Belanda (kota kincir), dan negara asing lain yang menjadi negara penadah karya kerajinan Andre.
Memilih Wonosari Bagi Andre cukup beralasan, potensi SDM belum tergarap, kesediaan bahan baku masih mudah didapatkan dengan harga terjangkau. Sebagai misal, kebetulan Andre sekarang tengah hobi jenis kerajinan kayu, bahan kayu donglak (sisa batang pohon yang sudah ditebang) menjadi menutup rangka utnuk pesenan jenis cermin.
Dengan design artistik cermin berbingkai dongkak ini nampak hidup dan bernilai artistik tinggi. “Dari situ jika orang bisa memasarkan akan mendatangkan uang,” katanya. Bagi Andre, produksinya sengaja tidak memberlakukan aturan minimal pemesanan karena bidikan kita memamg nilai art-nya bukan asal pesan,” imbuhnya.
Masih banyak, menurut Andre potensi di Gunungkidul yang belum digarap secara serius menjanjikan peluang diantaranya cor besi, pande besi, batu, dan banyak lain yang sebenarnya tengah menjadi tren seni utuk negara luar.
Meski bukan bagian dari asosiasi/organisasi pengrajin selayaknya Dewan Kerajunan Nasional (Dekranas) namun Andre berharap agar kalangan UKM, pengrajin diberikan porsi keberpihakan yang layak.
Perancang interior taman monumen nasional (monas) di era 90an, design sidang utama DPR RI di Senayan dan design lampu 24jam sepanjang bandara cengkareng, dan pembuat bungai bangkai di taman Monas tahun ini.


Caption Foto : Seorang pengrajin bekerja di Ahmad Andree tengah melakukan eksplorasi. (Harian Jogja/ Endro Guntoro)

Tidak ada komentar: